Kumpulan Puisi Sedih


Jurang
Oleh: Mauidhotul Husniyah

Di balik dinding putih
Tersirat kerasnya batu
Diujung jurang
Terisat kehidupan baru
Bertemu teman
Bermakna beribu rasa
Dalam permainan
Ada kemenangan
Dan kekalahan
Dibalik tangis tersedu
Ada senyum sinis pendendam
Hitam nan gelap
Sebauh dasar jurang

Lamongan, 19 Agustus 2018




Runyam
Oleh: Mauidhotul Husniyah

Sesak penuh dentuman
Sakit sebab kerinduan
Dihantui kegelisajan
Diamanakah bisa kutemukan

Mata yang membius kalbu
Peluk penenang sendu
Mataku terpaku pada dinding saksi bisu
Senyuman mengambang penuh arti

Perlahan angin mamiri menghampiri
Berlalu pergi dan tak kembali
Aku terpatri
Ku pandangi sebelah kursi
Kosong tanpa kekasih


Bernama Kehidupan

Karya: Mauidhotul Husniyah

Berpura-pura tidak terjadi apa-apa, memang bukan hal mudah
Tidak semua akan baik-baik saja
Tidak semua berjalan sesuai rencana
Dan tidak semua hancur berkeping dan tak bersisa
Ada hal-hal lain yang harus disyukuri adanya
Semua orang sibuk dengan urusannya masing-masing
Meski zebra berganti warna, kita tidak menyadarinya
Kita bersusah payah meraih upah dunia
Uang, jabatan, pujian, ketenaran
hingga keserakahan menyelinap dalam jiwa
tak terasa, biasa saja, namanya juga manusia
bisik hati, agar semua terlihat normal adanya
akan ada banyak kesalahpahaman
tapi, tidak semua menjadi kesalahan
berbuat baik itu kewajiban
dan bersikap bijak adalah lambang ketulusan

Remuk
Karya: Mauidhotul Husniyah

Merangkak mengais rumah
Terisak dalam tangis penuh luka
Seluruh tulangku patah
Animoku runyam sudah

Renjana api menjebakku
Racun pedih menipuku
Terbuai begitu pilu
Kecewaku padamu

tancapan tombak pada dadaku
Mengoyak seluruh jiwaku
Menyita hasrat hidupku
Aku lemah begitu lusuh



Judul : Rumah impian katanya
Karya : Mauidhotul Husniyah
  
Pondasi kakimu kokoh bertumpu darah
Badanmu tinggi menjulang purnama
Tulang-tulang penopangmu gagah perkasa
pelindung hujan dan teriknya surya

Tentram, damai peluhku
Badai angin sejukmenembus jendela
Guncangan hebat bertenaga
Kau tetap tidak goyah

Disanalah tempat memerangi cahaya
Dengan orang-orang bersahaja
Diubahnya aku menutup telinga tentang dunia

Ditempat  yang indah katanya


Rumah Tua
Oleh: Mauidhotul Husniyah
Aku pernah singgah
Pada sebuah rumah
Yang teduh nan indah
Namun seketika
Badai melanda
Hanyut ku dalam luka
Sang mentari nampaknya ikut merana
Hingga setahun lamanya
Tak ada hangat sinarnya
Aku terlunta, buta
Lentera pun sirna
Lilin lenyap telah lama
Ku genggam kunang bercahaya
Dua menit ia merekah
Lalu mati tersiksa
Ku melangkah dengan luka
Yang nestapa
Dalam rinjana cintaku dengannya
Dibubuhi garam perihnya
Meringis luka
Ku terdiam bermuara
Dalam rumah tua
Bernama dia

Bunga Tulipku
Oleh: Mauidhotul Husniyah

kamu adalah tulip yang tertancap dalam hatiku
hingga kini bunga itu tumbuh indah
mekar wangi dengan aroma rindu cinta
dan tak akan tergantikan

tidak lekang oleh waktu
namun, perlahan aku menodainya
menuangkan racun berbisa
tanpa sadar aku melakukannya

sungguh bukan harapku
menghancurkan benda berhargaku
 mengagumimu dalam sendu
bunga hatiku bunga jiwaku
kamu, pelengkap hidupku

do'a-do’aku merangkulmu
 hangat memelukmu
berharap bisa menjaga dan melindungimu
wahai pemilik rasaku


Hujan Senja
Oleh: Mauidhotul Husniyah

Ku kabarkan pada senja
Akan rinduku yang membuncah
Perlahan
Senja berubah
Ia mendung tak terkira

Lalu
Hujan menyapa
Dengan gemuruh membahana
Rintik itu menusuk jiwa raga
Menghancurkan setiap rasa

Aku kecewa
Tersungkur ke tanah
Tangisku disambut olehnya
Si hujan senja
Terkapar terisak tiada tara
Hingga abad berlalu dalam masa
Aku tetap merindumu jua


Lamongan, 26 Juni 2018


Judul : Tenggelam
Karya : Mauidhotul Husniyah

Tentang rasa yang pernah hadir
Rindunya tak dapat pudar
Meski sang pemilik telah pendar
Dan jauh menghindar

Mengingat luka terdalam
Perih rasa kerinduan
Meringis penuh pengharapan
Diterpa kenangan

Telah lama, terhempas dengan mudahnya
Pelukis warna, juga penghapus rasa
Yang tega menyayat luka
Kini langkahku termenung pasrah




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi bertema negara

Artikel Coronavirus Pandemic - Social Media as Poison and Medicine for Digital Society

Pertama kalinya